Table Of Contents

Amandemen UUD 1945 Dinilai Kebablasan

Tokyo, 7 Desember 2007 00:16
Warga Indonesia di Tokyo, Jepang, menilai proses dan pelaksanaan amademen UUD 1945 telah kebablasan, sehingga justru akan mengkhianati tujuan dari reformasi yang telah diperjuangkan oleh rakyat Indonesia.

Penilaian amandemen UUD 1945 telah kebablasan itu terungkap dari sejumlah pertanyaan dan dialog yang mengemuka dalam sosialisasi hasil amandemen UUD 1945 yang berlangsung di lobi KBRI di Tokyo, Jepang, Kamis malam (6/12).


Pertanyaan itu ditujukan kepada dua anggota DPR yang berkunjung ke Tokyo, Permadi dari Fraksi PDIP dan Safriansyah dari Fraksi Persatuan Pembangunan.

Sosialisasi dihadiri sekitar seratus warga Indonesia dan juga kalangan diplomat Indonesia di Jepang.

"Saya menilai amandemen terhadap UUD 1945 telah kebablasan dan sebaiknya perlu dilakukan perubahan kembali yang kemudian dibahas dalam tim ahli yang paham betul dalam merumuskan suatu konstitusi," kata Susilo, salah seorang WNI.

Warga Tokyo tersebut juga menilai, proses amandemen dibuat dengan sangat terburu-buru, sehingga tidak mengherankan kalau kemudian menimbulkan berbagai persoalan baik di bidang hukum, politik, ekonomi, dan sosial.

Pertanyaan lainnya yang juga bermunculan adalah masih adanya pertentangan amandemen UUD dengan peraturan hukum lainnya, termasuk dengan produk hukum di daerah.

Perubahan UUD 1945 sendiri oleh sebagian besar rakyat Indonesia di tanah air dinilai masih menjadi milik elit dan tidak menjadi sebuah konstitusi yang hidup di tengah masyarakatnya.

Padahal esensi sebuah UUD, seharusnya mendorong terjadi pembaharuan dalam tatanan masyarakat.

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Permadi memuji pertanyaan kritis yang diajukan.

Dia mengakui telah terjadi kontroversi dengan pemberlakuan amandemen UUD 1945 itu.

Ia sendiri merasakan perlu dorongan publik yang kuat agar amandemen bisa betul-betul bermakna sebagai landasan ketatanegaraan.

"Namun karena sudah dilakukan, makanya saat ini perlu diberikan masukan yang sebanyak-banyaknya kepada rakyat untuk menyatakan sendiri perlu tidaknya melakukan lagi amandemen terhadap UUD 1945," ujar Permadi.

Hal senada juga dijelaskan oleh Safriansyah bahwa saat ini tengah diinventarisasi persoalan-persoalan yang dihadapi berkaitan hasil amandemen UUD 1945 itu, dengan menerima sebanyak mungkin masukan dari rakyat.

Menurutnya, perlu revolusi mental guna mengubah cara pandang bangsa, terutama dari kalangan elit, agar bisa melaksanakan semua hal yang telah diamanatkan dalam amandemen UUD 1945 tersebut. "Bagaimanapun terdapat kelemahan dalam amandemen, sehingga perlu diperkuat oleh mental yang kuat juga, agar bisa memenuhi apa yang telah menjadi tujuan dari reformasi," paparnya.

Dalam acara yang dimoderatori langsung Duta Besar RI Untuk Jepang, Jusuf Awar, Permadi menjelaskan latar belakang dilakukan sosialisasi, yakni masih belum diketahui secara luas telah terjadi perubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia terutama mengenai peran kedaulatan rakyat.

Namun menurut Permadi, bagaimana hal itu bisa dipahami kalau pengertian dari para petinggi negara juga belum jelas.

Ia lalu mencontohkan saat berlangsung fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) terhadap Panglima TNI yang menurutnya tidak bisa menjawab pertanyaan soal nama sesungguhnya konstitusi Indonesia itu.

"Itu baru Panglima TNI, bagaimana dengan menteri atau pejabat yang lainnya," tambahnya.

Permadi juga mengkritik kerancuan dan tumpang tindih dalam pelaksanaan amandemen UUD 1945 yang juga memicu multitafsir dalam implementasinya.

Setelah Tokyo, kedua anggota DPR itu akan bertolak ke Seoul, Korea Selatan, guna menyampaikan hal yang sama, sosialisasi amandemen "UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945" nama lengkap dari konstitusi yang telah diamandemen empat kali itu. [EL, Ant]

Artikel Terkait:

0 comments:

Posting Komentar