Table Of Contents

SENI RUPA ITB DALAM PERKEMBANGAN PERJALANAN SENI RUPA INDONESIA DARI MASA KE MASA1

Lahirnya Pendidikan Tinggi Seni Rupa
Dunia berubah. Tanpa pernah bergerak mundur, lambannya telah menjadi lari
yang sangat cepat. Teknologi sebagai unsur budaya, terbukti paling elastis
dalam segala perubahannya dan mempengaruhi setiap aspek kehidupan
manusia. Secara dramatis, teknologi merubah perspeksi orang tentang ruang,
waktu dan jarak. Komunikasi semakin murah, seketika dan mudah. Transportasi
semakin cepat. Dunia mengkerut. Konstelasi politik-ekonomi pun berubah.
Sovyet pecah, Eropa bersatu, Asia menguat (semoga Indonesia turut juga) dan
Amerika semakin tidak populer dengan kebijakan Partai Konservatif-nya.
Dimana-mana denyut perubahan selalu ada.
Institut Teknologi Bandung dan FSRD-ITB yang kita cintai ini tidak terlepas dari
denyut perubahan dunia, perbenturan ide-ide besar, sistem politik dan laju
globalisasi dalam rentang waktu cukup lama. Pendidikan seni rupa di Indonesia
dan khususnya Seni rupa ITB, merupakan fakta historis yang embrio-nya bisa
ditelusuri hingga ke tahun 1840-an ketika untuk pertama kalinya seni Barat
dipelajari orang Indonesia bernama Raden Saleh di beberapa negara Eropa.
Kemudian pada masa 1930-an, secara terpisah, munculah organisasi pelukis
pertama di Indonesia bernama Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi).
Untuk pertama kalinya, sistem pendidikan sanggar mulai berkembang dan
semakin subue sesudah masa kemerdekaan.
Organisasi Persagi ini semakin berkembang seiring dengan masuknya
pendudukan singkat Jepang di Indonesia. Melalui seniman-seniman Jepang
yeng bergabung dalam badan Keimin Bunka Sidosho--- Badan Propaganda
Jepang--- seniman Persagi untuk pertama kalinya berkenalan dengan bimbingan
teknis dalam melukis ala akademis di bawah bimbingan pelukis Jepang. Selain
itu kebiasaan baru diperkenalkan saat itu yaitu melukis di luar studio. Kelak,
ketika Ibu kota RI pindah ke Jogyakarta, banyak seniman-seniman --- bekas
Persagi yang kemudian masuk Keimin Bunka Sidosho--- turut pindah ke
Jogjakarta seiring dengan hangatnya revolusi. Mereka sudah terbiasa dengan
melukis jauh dari studio, mengabadikan peristiwa-peristiwa revolusioner
mencekam dan bersejarah masa itu dalam organisasi baru Seniman Indonesia
Muda (SIM).

Artikel Terkait:

1 comments:

Anonim mengatakan...

bagus

Posting Komentar